Kamis, 19 Maret 2015

MAKALAH ETIKA, MORAL DAN AKHLAK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat menjunjung tinggi pentingnya akhlak, etika dan moral. Ketiganya adalah hal yang sangat penting karena telah mencakup segala pengertian tingkahlaku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Allah Swt atau dengan sesama makhluk.
Timbulnya kesadaran serta pendirian Akhlak, etika dan moral merupakan pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup yang selalu berpegang teguh pada akhlak, etika dan moral adalah tindakan yang tepat dalam mewujudkan terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak sesuai dengan akhlak, etika dan moral yang baik merupakan tindakan yang menentang kesadaran tersebut. Sebagai generasi penerus kita harus selalu berakhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari demi terciptanya kehidupan yang rukun dan damai.
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
Maka daripada itulah perlu ditingkatkan lagi pengetahuan kita tentang akhlak, etika dan moral ini, mengingat semakin merosotnya nilai-nilai yang berkembang pada masa ini. Itu tidak lain akibat dari perkembangan zaman yang tiada henti serta semakin lemahnya iman manusia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pengertian etika dan pembagiannya?
2.      Bagaimanakah pengertian moral dan pembagiannya?
3.      Bagaimanakah pengertian akhlak dan pembagiannya?
4.      Bagaimanakah perbedaan etika, moral dan akhlak?
5.      Bagaimanakah hubungan etika, moral dan akhlak?

C.    Tujuan
1.        Untuk menjelaskan pengertian etika dan pembagiannya.
2.        Untuk menjelaskan pengertian moral dan pembagiannya.
3.        Untuk menjelaskan jenis-jenis akhlak dan pembagiannya.
4.        Untuk menjelaskan perbedaan etika, moral dan akhlak
5.        Untuk menjelaskan hubungan etika, moral dan akhlak





BAB II
PEMBAHASAN

A.    ETIKA
Pengertian
Pengertian etika dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,Ethos yang berartiwatak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
Adapun etika secara istilah telah dikemukakan oleh para ahli salah satunya yaitu Ki HajarDewantara menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan.
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita  mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata  'etika'   yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban  moral (akhlak)
     2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
    3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama  hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika merosot terus" maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1.      Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.



2.      Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. Ilmu tentang yang baik atau buruk.     
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan  nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Etika merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti: adat istiadat Sebagai cabang dari filsafat, maka etika berangkat dari kesimpulan logis dan rasio guna untuk menetapkan ukuran yang sama dan disepakati mengenai sesuatu perbuatan, apakah perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah dan pantas atau tidak pantas untuk dikerjakan. Etika dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenal gerak-gerik fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenal tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam KBBI etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).Secara terminologi, etika mempunyai banyak ungkapan yangs emuanya itu tergantung pada sudut pandang masing-masing ahli. Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai,kesusilaan tentang baik-buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai danmerupakan juga nilai-nilai itu sendiri Ki Hajar Dewantara menjelaskan etika merupakan ilmu yangmempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusiasemuanya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yangdapat merupakan pertimbangan dan perasaan sdampai mengenai tujuanyang dapat merupakan perbuatan.Austin Fogothey (seperti yang dikutip Ahmad Charris Zubair)mengatakan bahwa etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuantentang manusia dan masyarakat sebagi antropologi, psikologi, sosiologi,ekonomi, ilmu politik dan hukum.
Frankena (seperti juga dikutip Ahmad Charris Zubair) menyatakan bahwa etika sebagi cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Dalam  Encyclopedia Britanica , etika dinyatakan sebagai filsafa tmoral, yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar dan konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya. Dari beberapa definisi tersebut, etika berhubungan erat dengan empat hal:
a)      Dilihat dari obyek formal (pembahasannya), etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan manusia. Dan sebagai obyek materialnyaadalah manusia.

b)      Dilihat dari sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut, danuniversa. Akan tetapi terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan,kelebihan, dan sebagainya.

c)      Dilihat dari fungsinya, etika berfungsi sebagi penilai, penentu danpenetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia, yaituapakah perbuatan itu akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilakukan manusia.
d.      Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, etika lebih merupakan ilmupengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yangdilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk.
Berbagai pemikiran yang dilakukan para filsof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasilberpikir. Dengan demikian etika bersifat humanistis dan anthropocentris,yakni berdasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia.Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yangdihasilkan oleh akal manusia.
Etika merupakan ajaran yang membahas kebaikan dan keburukan berdasarkan ukuran akal.
 Macam-macam etika
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis itu sama halnya dengan berbicara tentang moral. Manusia disebut etis karena manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara ssebagai makhluk dengan penciptanya.  Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika yaitu sebagai berikut:
1.    Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan  dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu yang memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2.      Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif  merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
3.      Etika metaetika

Merupakan sebuah cabang dari etika yang membahas dan menyelidiki serta menetapkan arti dan makna istilah-istilah normatif  yang diungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan etis yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Istilsh-istilah normatif yang sering mendapat perhatian khusus, antara lain keharusan, baik, buruk, benar, salah, yang terpuji, tercela, yang adil, yang semestinya.
Peranan dan fungsi etika
1.      Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia
2.      Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
3.      Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
4.      Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
5.      Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.

Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-hari
1. Etika bergaul dengan orang lain
a)      Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
b)      Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlak mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
c)      Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
d)     Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
e)      Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.

 2. Etika bertamu
a) Untuk orang yang mengundang:
- Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir.
- Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
- Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
- Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
- Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.


b) Bagi tamu:
- Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
- Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya.
- Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
- Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.

3. Etika di jalan
a)      Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur.
b)      Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
c)      Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga.
d)     Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.

4. Etika makan dan minum
a)      Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
b)      Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
c)      Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.
d)     Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
e)      Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
f)       Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
5. Etika berbicara
a)      Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan..
b)      Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

c.       Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).

d.      Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
e.         Menghindari perkataan jorok (keji).
f.         Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu.
g.        Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
h.        Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.

6. Etika bertetangga
a)      Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
b)      Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya.
c)      Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.
d)     Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.
e)      Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
f)       Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita.

8. Etika menjenguk orang sakit
a) Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
- Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
- Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, selamat dan disehatkan.
- Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah SWT.

b) Untuk orang yang sakit:
- Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih.
- Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya.
- Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera mem-bayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.



9. Etika Berbeda Pendapat
a)      Ikhlas dan mencari yang hak serta melepaskan diri dari nafsu di   saat berbeda pendapat.
b)      Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
c)      Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah.
d)     Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu denga cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
e)      Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang.
f)       Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
g)      Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah membantah dan kasar menghadapi lawan.

10. Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
a)      Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan Assalamu’alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia   harus memulai pembicaraannya dengan salam dan juga menutupnya dengan salam.
b)      Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
c)      Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau mempunyai janji dengan orang lain.
d)     Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar kebiasaan dan tidak melantur berbicara dengan lawan jenisnya via telepon, apa lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara, memperlembut dan lain sebagainya.

B.       MORAL
Pengertian
Moral secara etimologi berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Didalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral secara terminologi  adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Moral dan etika sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. moral juga merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
Selanjutnya pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut:
1.      Prinsip-parinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2.      Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3.      Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhaap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik. 

Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan prosessosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri.Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.

Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.              Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
b.             Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c.              Memiliki:
                                            i.     Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah.
                                          ii.     Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d.             Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.
Moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.    
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.             
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.



Perbedaan Antara Etika dan Moral
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:
1.           Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2.           Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
3.           Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
Moral dibagi dua
a)      Moral keagamaan
Merupakan moral yang selalu berdasarkan pada ajaran agama Islam.
b)      Moral sekuler
Merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata.


C.    AKHLAK
Pengertian
Secara etimologi akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan ) dan khalq(penciptaan).
Kesamaan akar kata di atas mengisyarakatkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak (khaliq) dengan perilaku (makhluk). Atau dengan kata lain tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak (khaliq). Dari pengertian etimologi tersebut, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.
Secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Contohnya, ketika menerima tamu bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Dalam kebahasaan akhlak sering disinonimkan dengan moral dan etika. Secara istilah, akhlak didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
a.       Prof. Sr. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang biasa dilakukan. Artinya, segala sesuatu kehendak yang terbiasa dilakukan disebut akhlak.
b.      Sementara itu Ibnu Maskawih mengemukakan bahwa akhlak adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan (sebelumnya).
c.       Sedangkan Al-Ghazali memberikan definisi, akhlak adalah segala sifat yang tertanam dalam hati, yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan.

Dari definisi-definisi tersebut ada kesamaan dalam hal ini :
1.      Akhlak berpangkal pada hati, jiwa atau kehendak, kemudian
2.      Diwujudkan dalam perbuatan sebagai kebiasaan (bukan perbuatan yang dibuat-buat, tetapi sewajarnya).

Akhlak memiliki kedudukan utama, bahkan menjadi puncak kesempurnaan manusia. Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yangtertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatantanpa memerluka pemikiran dan pertimbangan.Imam Al Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Mu’jam al Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Dalam kitab Dairatul Ma’arif secara singkat akhlak diartikan sifat-sifat manusia yang terdidik.Akhlak memiliki cakupan yang luas, yaitu mencakup hubungankepada Sang Pencipta (Allah), sesama manusia, terhadap diri sendiri,maupun dengan lingkungan atau sesama makhluk Tuhan yang lain.Akhlak dalam Islam tidak lepas dan terkait erat dengan aqidah dan syariah,ia merupakan buah dan sekaligus puncak dari keduanya.
Akhlak menekankan keutamaan, nilai-nilai, kemulian dan kesucian (hati dan perilaku), Akhlak Islami harus diupayakan agar menjadi sistem nilai(etika/moral) yang mendasari budaya masyarakat. Akhlak yang baik berpangkal dari ketaqwaan kepada Allah dimanapun berada. Selain itu akhlak yang baik merupakan manifestasi darikemampuan menahan hawa nafsu dan adanya rasa malu. Agar kitasenantiasa berakhlak baik maka harus selalu menimbang perbuatandengan hati nurani yang bersih. Salah satu tanda atau ciri akhlak yang baik yaitu mendatangkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan pelakunya. Tapisebaliknya jika mendatangkan keraguan, kecemasan dan “ingin tidak diketahui orang lain” merupakan isyarat akhlak yang buruk. Banyak sekali akhlak mulia (akhlakul karimah) yang harus menjadi hiasan seorang muslim, demikian juga banyak akhlak buruk (akhlakul madzmumah) yang harus dihindari.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Ciri Perbuatan Akhlak:
a)        Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b)        Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
c)        Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d)       Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
e)        Dilakukan dengan ikhlas.

Pembentukan Akhlak
Terdapat dua aliran tentang akhlak manusia, apakah akhlak itu dibentuk atau bawaan sejak lahir.
a.       Akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Jadi akhlak adalah pembawaan manusia, yaitu kecenderungan kepada fitrah yang ada pada dirinya. Akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibentuk atau diusahakan (gairu muktasabah).
b.      Akhlak adalah hasil pendidikan, latihan atau pembinaan yang sungguh-sungguh. Akhlak adalah hasil usaha (muktasabah).

Metode Pembentukan Akhlak
a.       Dalam Islam pembentukan akhlak dilakukan secara integrated, melalui rukun iman dan rukun Islam. Ibadah dalam Islam menjadi sarana pembinaan akhlak.
b.      Cara lain adalah melalui: pembiasaan, keteladanan, dan instropeksi
Faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak
a.       Aliran Nativisme: potensi batin dangat dominant dalam pembinaan akhlak. Potensi tersebut adalah pembawaan yang berupa kecenderungan, bakat, minat, akal, dan lain-ain.
b.      Aliran Empiris: lingkungan social, termasuk pendidikan merupakan factor penting dalam pembinaan akhlak.
c.       Aliran Konvergensi: pembinaan akhlak dipengaruhi oleh factor internal (pembawaan) dan factor eksternal (lingkungan).
d.      Islam: sesuai dengan aliran konvergensi (QS. An-Nahl: 78, dan hadis Nabi: kullu mauludin…).

Petunjuk Pembinaan Akhlak dalam Islam:
a.       Memilih pasangan hidup yang beragama
b.      Banyak beribadah saat hamil
c.       Mengazani saat kelahiran
d.      Memberi makanan yang halal dan bergizi
e.       Mencukur rambut dan khitan sebagai tanda kesucian
f.       Aqiqah, isyarat menerima kehadiran sang anak
g.      Memberi nama yang baik
h.      Mengajari membaca Al-qur’an
i.        Mengajari salat sejak umur tujuh tahun.

Macam-Macam Akhlak
1. Akhlak kepada Allah
a) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahNya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah.
b) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi,baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
c) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu
d) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
2. Akhlak kepada diri sendiri
a) Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil daripengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
b) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
3. Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain :
a) Menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut

b) Mentaati perintah
c) Meringankan beban, serta
d) Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
4. Akhlak kepada sesama manusia
a) Akhlak terpuji (Mahmudah)
1) Husnuzan
Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul Nya Adalah untuk kebaikan manusia.
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.
Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.
2) Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya, dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24)
Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.
3) Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S.Alkafirun/109: 6)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.
4) Ta’awun
 Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengansesama manusia. Allah berfirman, ”...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...”(Q.S. Al Maidah/5:2)
b) Akhlak tercela (Mazmumah)
1) Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain beruntung. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atassebagian yang lain.(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari mereka usahakan.
Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya...” (Q.S. AnNisa/4:32)
2) Dendam
Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Allah berfirman, ”Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang yang sabar” (Q.S. An Nahl/16:126)
3) Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah berfirman, ”...dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik...” (Q.S. Al Hujurat/49:12).
4) Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan antara keduanya. Allah berfirman, ”Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al Hujurat/49:6).



D.    PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
       ·      Persamaan   
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral  yang dapat dipaparkan sebagai berikut:
1.      Akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
2.      Akhlak, etika, moral  merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
3.       Akhlak, etika, moral  seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambangan, dengan tingkat keajegan dan konsistensi yang tinggi.
      ·    Perbedaan
Selain ada persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila sebagaimana diuraikan di atas terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing dari keempat istilah tersebut. Berikut ini adalah uraian mengenai segi-segi perbedaan yang dimaksud:
1.      Akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Nilai-nilai yang menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah. Sementara itu, etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan tentang baik dan buruk.

E.     HUBUNGAN ANTARA ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
          Dilihat dari fungsi dan perannya, secara substansial dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak adalah identik, yaitu sama-sama mengacu kepada manusia baik dari aspek perilaku ataupun pemikiran khususnya pada penentuan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dantenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriah. Peranan Etika, Moral, Susila, dan Akhlak sangat penting bagi pembentukan karakter individu maupun masyarakat.
          Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika pada etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalahal-qur’an dan al-hadis.
          Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
          Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian diatas menunjukkanengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berasal petunjuk al-qur’an dan hadis. Dengan kata lain, jika etika, moral dan susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak dari Tuhan.

Dengan demikian keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang berada di dalam agama khususnya pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Disinlah letak peranan dari etika, moral dan susila terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batasan-batasan umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat (tetap pada koridor humanis).