BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat menjunjung
tinggi pentingnya akhlak, etika dan moral. Ketiganya adalah hal yang sangat
penting karena telah mencakup segala pengertian tingkahlaku, tabiat, perangai,
karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Allah Swt
atau dengan sesama makhluk.
Timbulnya kesadaran serta pendirian Akhlak, etika dan moral merupakan pola
tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup yang selalu
berpegang teguh pada akhlak, etika dan moral adalah tindakan yang tepat dalam
mewujudkan terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak sesuai dengan
akhlak, etika dan moral yang baik merupakan tindakan yang menentang kesadaran
tersebut. Sebagai generasi penerus kita harus selalu berakhlak yang baik dalam
kehidupan sehari-hari demi terciptanya kehidupan yang rukun dan damai.
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan
menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang
baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan,
ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya
merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan
jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah
pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila
adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila
dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran
akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran
kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana
manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan
buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak
boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi.
Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut,
karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang
sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum,
selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang
mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya
itu.
Maka
daripada itulah perlu ditingkatkan lagi pengetahuan kita tentang akhlak, etika
dan moral ini, mengingat semakin merosotnya nilai-nilai yang berkembang pada
masa ini. Itu tidak lain akibat dari perkembangan zaman yang tiada henti serta
semakin lemahnya iman manusia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian etika dan pembagiannya?
2.
Bagaimanakah
pengertian moral dan pembagiannya?
3.
Bagaimanakah
pengertian akhlak dan pembagiannya?
4.
Bagaimanakah perbedaan
etika, moral dan akhlak?
5.
Bagaimanakah
hubungan etika, moral dan akhlak?
C.
Tujuan
1.
Untuk
menjelaskan pengertian etika dan pembagiannya.
2.
Untuk
menjelaskan pengertian moral dan pembagiannya.
3.
Untuk
menjelaskan jenis-jenis akhlak dan pembagiannya.
4.
Untuk
menjelaskan perbedaan etika, moral dan akhlak
5.
Untuk
menjelaskan hubungan etika, moral dan akhlak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ETIKA
Pengertian
Pengertian etika dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa
Yunani,Ethos yang berartiwatak kesusilaan atau adat. Dalam
kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak.
Adapun etika secara istilah telah dikemukakan oleh para ahli salah satunya
yaitu Ki HajarDewantara menurutnya etika adalah ilmu yang
mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya,
terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan
dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan.
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk
tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya
istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (K.Bertens,
2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah
kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata
tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal
tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens
terhadap arti kata 'etika' yang terdapat dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 -
mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan
kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai
ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau
kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika
merosot terus" maka kata
‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam
kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan‘nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’
dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik
dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga
arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1.
Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang
etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang
dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai
sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun
pada taraf sosial.
2.
Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode
etik. Contoh : Kode
Etik Jurnalistik
3. Ilmu tentang yang
baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas
dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan
refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama
artinya dengan filsafat moral.
Etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam
hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa
yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang
merupakan perbuatan. Etika merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Yunani ethos yang berarti: adat istiadat Sebagai cabang dari filsafat, maka
etika berangkat dari kesimpulan logis dan rasio guna untuk menetapkan ukuran
yang sama dan disepakati mengenai sesuatu perbuatan, apakah perbuatan itu baik
atau buruk, benar atau salah dan pantas atau tidak pantas untuk
dikerjakan. Etika dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari segala soal
kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang
mengenal gerak-gerik fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan
perasaan, sampai mengenal tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Dalam KBBI etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral).Secara terminologi, etika mempunyai banyak ungkapan
yangs emuanya itu tergantung pada sudut pandang masing-masing ahli. Ahmad Amin
mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Soegarda
Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai,kesusilaan tentang
baik-buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai danmerupakan juga
nilai-nilai itu sendiri Ki Hajar Dewantara menjelaskan etika merupakan ilmu
yangmempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusiasemuanya,
teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yangdapat merupakan
pertimbangan dan perasaan sdampai mengenai tujuanyang dapat merupakan
perbuatan.Austin Fogothey (seperti yang dikutip Ahmad Charris Zubair)mengatakan
bahwa etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuantentang manusia dan
masyarakat sebagi antropologi, psikologi, sosiologi,ekonomi, ilmu politik dan
hukum.
Frankena (seperti juga dikutip Ahmad Charris Zubair) menyatakan bahwa etika
sebagi cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran filsafat tentang
moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Dalam Encyclopedia Britanica , etika dinyatakan
sebagai filsafa tmoral, yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar dan
konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya. Dari
beberapa definisi tersebut, etika berhubungan erat dengan empat hal:
a)
Dilihat dari obyek formal
(pembahasannya), etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan manusia. Dan
sebagai obyek materialnyaadalah manusia.
b)
Dilihat dari sumbernya, etika bersumber
pada akal pikiran atau filsafat.Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak
bersifat mutlak, absolut, danuniversa. Akan tetapi terbatas, dapat berubah,
memiliki kekurangan,kelebihan, dan sebagainya.
c)
Dilihat dari fungsinya, etika berfungsi
sebagi penilai, penentu danpenetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia,
yaituapakah perbuatan itu akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan
sebagainya. dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap
sejumlah perilaku yang dilakukan manusia.
d.
Dilihat dari segi sifatnya, etika
bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.Dengan
ciri-cirinya yang demikian itu, etika lebih merupakan ilmupengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yangdilakukan manusia untuk
dikatakan baik atau buruk.
Berbagai pemikiran yang dilakukan para filsof barat mengenai perbuatan yang
baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari
hasilberpikir. Dengan demikian etika bersifat humanistis dan
anthropocentris,yakni berdasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada
manusia.Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku
yangdihasilkan oleh akal manusia.
Etika merupakan ajaran yang membahas kebaikan dan
keburukan berdasarkan ukuran akal.
Macam-macam etika
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan
kesusilaan atau etis itu sama halnya dengan berbicara tentang moral. Manusia
disebut etis karena manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak
yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara ssebagai makhluk
dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau
norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika yaitu sebagai
berikut:
1.
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta
secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu
fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa
nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu yang
memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan
tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan
norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan
menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat.
3.
Etika metaetika
Merupakan sebuah cabang dari etika yang
membahas dan menyelidiki serta menetapkan arti dan makna istilah-istilah
normatif yang diungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan etis yang
membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Istilsh-istilah normatif yang
sering mendapat perhatian khusus, antara lain keharusan, baik, buruk, benar,
salah, yang terpuji, tercela, yang adil, yang semestinya.
Peranan dan fungsi etika
1.
Dengan etika seseorang atau kelompok
dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia
2.
Menjadi alat kontrol atau menjadi
rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau
aktivitasnya sebagai mahasiswa
3.
Etika dapat memberikan prospek untuk
mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
4.
Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar
bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
5.
Etika menjadi penuntun agar dapat
bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di
dalam masyarakat.
Etika Dalam Penerapan Kehidupan
Sehari-hari
1. Etika bergaul dengan orang lain
a) Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka
cacat.
b) Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlak mereka,
lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
c) Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah
kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
d) Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
e) Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya,
dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.
2. Etika bertamu
a) Untuk orang yang mengundang:
- Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk
jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir.
- Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena
hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
- Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap
tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan
berbicara ramah.
- Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk
tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
- Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar
pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
b) Bagi tamu:
- Hendaknya tidak membedakan antara undangan
orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan
orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
- Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang
berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya.
- Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari,
kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
- Hendaknya pulang dengan hati lapang dan
memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
3. Etika di jalan
a) Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat
berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari
orang lain karena takabbur.
b) Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
c) Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya
seseorang bisa masuk surga.
d) Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.
4. Etika makan dan minum
a) Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
b) Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu
juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
c) Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan
jangan sekali-kali mencelanya.
d) Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
e) Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat
beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
f) Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri
dengan Alhamdulillah.
5. Etika berbicara
a) Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan..
b) Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di
fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun
bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku
adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari
bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di
tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun
bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
c. Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di
dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya
manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak
adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang
yang mutafaihiqun". Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulllah, apa arti
mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR.
At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
d. Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
e.
Menghindari perkataan jorok (keji).
f.
Jangan membicarakan sesuatu yang tidak
berguna bagimu.
g.
Jangan memonopoli dalam berbicara,
tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
h.
Menghindari perkataan kasar, keras dan
ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan
orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian,
permusuhan dan pertentangan.
6. Etika bertetangga
a) Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
b) Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat
mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui
batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti
perasaannya.
c) Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan
seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan
bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan
atau menjelek-jelekkan mereka.
d) Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.
e) Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan
pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang
kekeliruan dan kealpaan mereka.
f) Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita.
8. Etika menjenguk orang sakit
a) Untuk orang yang
berkunjung (menjenguk):
- Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan
mencari waktu yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si
sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
- Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi
Allah, selamat dan disehatkan.
- Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas
taqdir Allah SWT.
b) Untuk orang yang sakit:
- Hendaknya segera bertobat dan
bersungguh-sungguh beramal shalih.
- Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu
mengingat bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk
Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak
membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya.
- Hendaknya cepat meminta kehalalan atas
kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera mem-bayar/menunaikan
hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya.
9. Etika Berbeda Pendapat
a)
Ikhlas dan mencari yang hak serta
melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat.
b)
Juga menghindari sikap show (ingin
tampil) dan membela diri dan nafsu.
c)
Mengembalikan perkara yang
diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan Sunnah.
d)
Sebisa mungkin berusaha untuk tidak
memperuncing perselisihan, yaitu denga cara menafsirkan pendapat yang keluar
dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
e)
Berusaha sebisa mungkin untuk tidak
mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan
difikirkan secara matang.
f)
Sedapat mungkin menghindari
permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
g)
Berpegang teguh dengan etika berdialog
dan menghindari perdebatan, bantah membantah dan kasar menghadapi lawan.
10. Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
a)
Hendaknya penelpon memulai
pembicaraannya dengan ucapan Assalamu’alaikum, karena dia adalah orang yang
datang, maka dari itu ia harus memulai pembicaraannya dengan
salam dan juga menutupnya dengan salam.
b)
Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan
via telepon, karena manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga
mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
c)
Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa
alasan, karena khawatir orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai
pekerjaan penting atau mempunyai janji dengan orang lain.
d)
Maka hendaknya wanita berhati-hati,
jangan berbicara diluar kebiasaan dan tidak melantur berbicara dengan lawan
jenisnya via telepon, apa lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara, memperlembut
dan lain sebagainya.
B. MORAL
Pengertian
Moral secara etimologi berasal
dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Didalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa
moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya
moral secara terminologi adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan
yang secara layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Moral dan etika sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada
sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang
dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
moral juga merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka
yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
Selanjutnya pengertian
moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of Current
English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai
berikut:
1.
Prinsip-parinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2.
Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3.
Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa
moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhaap aktivitas
manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam
kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang
dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
Moral secara ekplisit adalah
hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia
tidak bisa melakukan prosessosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai
nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu
dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral
adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat
diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang
pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara
hati, serta nasihat, dll.
Menurut Immanuel Kant, moralitas
adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan
aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat.
Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal
kesetiaannya pada hatinya sendiri.Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena
hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia.
Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati
disadari sebagai kewajiban mutlak.
Adapun pengertian moral dalam kamus
filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.
Menyangkut
kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau
tidak tepat.
b.
Sesuai dengan
kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan
pantas.
c.
Memiliki:
i. Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh)
keinsyafan benar atau salah.
ii. Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang
lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d.
Menyangkut cara
seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.
Moral dalam arti istilah adalah
suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut
diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral
tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara
etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal
antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan
etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam
konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam
tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang
digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat,
kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Perbedaan
Antara Etika dan Moral
Etika dan moral sama artinya tetapi
dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai
untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian
system nilai yang ada.
Kesadaran moral erta pula
hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience,
conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad.
Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:
1.
Perasaan wajib
atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2.
Kesadaran moral
dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara
umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat
diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap
waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
3.
Kesadaran moral
dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas,
dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu
nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat.
Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut
ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan.
Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan
membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah
dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari
luar.
Moral
dibagi dua
a) Moral keagamaan
Merupakan moral yang selalu berdasarkan
pada ajaran agama Islam.
b) Moral sekuler
Merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat
duniawi semata-mata.
C.
AKHLAK
Pengertian
Secara etimologi akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari
kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan
kata khaliq (pencipta), makhluk (yang
diciptakan ) dan khalq(penciptaan).
Kesamaan akar kata di atas mengisyarakatkan bahwa dalam akhlak tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak (khaliq) dengan
perilaku (makhluk). Atau dengan kata lain tata perilaku seseorang
terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki
manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak (khaliq).
Dari pengertian etimologi tersebut, akhlak bukan saja merupakan tata aturan
atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia tetapi juga
norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam
semesta.
Secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Contohnya,
ketika menerima tamu bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang
lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka orang tersebut belum bisa
dikatakan memiliki sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak
memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Dalam kebahasaan akhlak sering disinonimkan dengan moral dan etika. Secara
istilah, akhlak didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
a.
Prof. Sr. Ahmad Amin mendefinisikan
akhlak sebagai kehendak yang biasa dilakukan. Artinya, segala sesuatu kehendak
yang terbiasa dilakukan disebut akhlak.
b.
Sementara itu Ibnu Maskawih mengemukakan
bahwa akhlak adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan (sebelumnya).
c.
Sedangkan Al-Ghazali memberikan
definisi, akhlak adalah segala sifat yang tertanam dalam hati, yang menimbulkan
kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai
pertimbangan.
Dari definisi-definisi tersebut ada kesamaan dalam hal
ini :
1.
Akhlak berpangkal pada hati, jiwa atau
kehendak, kemudian
2.
Diwujudkan dalam perbuatan sebagai
kebiasaan (bukan perbuatan yang dibuat-buat, tetapi sewajarnya).
Akhlak memiliki kedudukan utama, bahkan
menjadi puncak kesempurnaan manusia. Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlak
adalah sifat yangtertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatantanpa memerluka pemikiran dan pertimbangan.Imam Al Ghazali
mendefinisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Mu’jam al Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa manusia yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan,
baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Dalam kitab Dairatul Ma’arif secara
singkat akhlak diartikan sifat-sifat manusia yang terdidik.Akhlak memiliki
cakupan yang luas, yaitu mencakup hubungankepada Sang Pencipta (Allah), sesama
manusia, terhadap diri sendiri,maupun dengan lingkungan atau sesama makhluk
Tuhan yang lain.Akhlak dalam Islam tidak lepas dan terkait erat dengan aqidah
dan syariah,ia merupakan buah dan sekaligus puncak dari keduanya.
Akhlak menekankan keutamaan,
nilai-nilai, kemulian dan kesucian (hati dan perilaku), Akhlak Islami harus
diupayakan agar menjadi sistem nilai(etika/moral) yang mendasari budaya
masyarakat. Akhlak yang baik berpangkal dari ketaqwaan kepada Allah dimanapun
berada. Selain itu akhlak yang baik merupakan manifestasi darikemampuan menahan
hawa nafsu dan adanya rasa malu. Agar kitasenantiasa berakhlak baik maka harus
selalu menimbang perbuatandengan hati nurani yang bersih. Salah satu tanda atau
ciri akhlak yang baik yaitu mendatangkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan
pelakunya. Tapisebaliknya jika mendatangkan keraguan, kecemasan dan “ingin
tidak diketahui orang lain” merupakan isyarat akhlak yang buruk. Banyak sekali akhlak
mulia (akhlakul karimah) yang harus menjadi hiasan seorang muslim, demikian
juga banyak akhlak buruk (akhlakul madzmumah) yang harus dihindari.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara
subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri
yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu
perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur
atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari
dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan
dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak
(khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian.
Ciri Perbuatan Akhlak:
a)
Tertanam kuat dalam jiwa seseorang
sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b)
Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
c)
Timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d)
Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
e)
Dilakukan dengan ikhlas.
Pembentukan Akhlak
Terdapat dua aliran tentang akhlak
manusia, apakah akhlak itu dibentuk atau bawaan sejak lahir.
a.
Akhlak adalah insting (garizah) yang
dibawa manusia sejak lahir. Jadi akhlak adalah pembawaan manusia, yaitu
kecenderungan kepada fitrah yang ada pada dirinya. Akhlak tumbuh dengan
sendirinya tanpa dibentuk atau diusahakan (gairu muktasabah).
b.
Akhlak adalah hasil pendidikan, latihan
atau pembinaan yang sungguh-sungguh. Akhlak adalah hasil usaha (muktasabah).
Metode Pembentukan Akhlak
a.
Dalam Islam pembentukan akhlak dilakukan
secara integrated, melalui rukun iman dan rukun Islam. Ibadah dalam Islam
menjadi sarana pembinaan akhlak.
b.
Cara lain adalah melalui: pembiasaan,
keteladanan, dan instropeksi
Faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan
Akhlak
a.
Aliran Nativisme: potensi batin dangat
dominant dalam pembinaan akhlak. Potensi tersebut adalah pembawaan yang berupa
kecenderungan, bakat, minat, akal, dan lain-ain.
b.
Aliran Empiris: lingkungan social,
termasuk pendidikan merupakan factor penting dalam pembinaan akhlak.
c.
Aliran Konvergensi: pembinaan akhlak
dipengaruhi oleh factor internal (pembawaan) dan factor eksternal (lingkungan).
d.
Islam: sesuai dengan aliran konvergensi
(QS. An-Nahl: 78, dan hadis Nabi: kullu mauludin…).
Petunjuk Pembinaan Akhlak dalam Islam:
a.
Memilih pasangan hidup yang beragama
b.
Banyak beribadah saat hamil
c.
Mengazani saat kelahiran
d.
Memberi makanan yang halal dan bergizi
e.
Mencukur rambut dan khitan sebagai tanda
kesucian
f.
Aqiqah, isyarat menerima kehadiran sang
anak
g.
Memberi nama yang baik
h.
Mengajari membaca Al-qur’an
i.
Mengajari salat sejak umur tujuh tahun.
Macam-Macam Akhlak
1. Akhlak kepada Allah
a) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk
menyembahNya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah
membuktikanketundukkan terhadap perintah Allah.
b) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan
kondisi,baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah
melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
c) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a
merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan
ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap
segala sesuatu
d) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan
menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa
dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak
layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain,
dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
2. Akhlak kepada diri sendiri
a) Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil
daripengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.
b) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang
tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan
alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan
dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang
dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan
ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri
sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
3. Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara
anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu
bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat
baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain :
a) Menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan
cara bertutur kata sopan dan lemah lembut
b) Mentaati perintah
c) Meringankan beban, serta
d) Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
4. Akhlak kepada sesama manusia
a) Akhlak terpuji (Mahmudah)
1) Husnuzan
Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti
prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni
berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib,
wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul Nya
Adalah untuk kebaikan manusia.
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat
buruk.
Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan
kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu
kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya
sendiri maupun orang lain.
2) Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang
merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah
berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya, dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24)
Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.
3) Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai
sesama manusia. Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku
(Q.S.Alkafirun/109: 6)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan
ajaran agama yang diyakini.
4) Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong,
gotong royong, bantu membantu dengansesama manusia. Allah berfirman, ”...dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...”(Q.S. Al Maidah/5:2)
b) Akhlak tercela (Mazmumah)
1) Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu
melihat orang lain beruntung. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu iri hati
terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atassebagian
yang lain.(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
bagi perempuan (pun) ada bagian dari mereka usahakan.
Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya...” (Q.S. AnNisa/4:32)
2) Dendam
Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas
kejahatan. Allah berfirman, ”Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan
(balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu
bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang yang sabar” (Q.S. An
Nahl/16:126)
3) Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama
baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya
dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar,
berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah berfirman, ”...dan janganlah ada
diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik...”
(Q.S. Al Hujurat/49:12).
4) Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang
yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan
antara keduanya. Allah berfirman, ”Wahai orang-orang yang beriman! Jika
seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah
kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al
Hujurat/49:6).
D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN
ANTARA ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
· Persamaan
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral yang
dapat dipaparkan sebagai berikut:
1.
Akhlak, etika, dan moral mengacu kepada
ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang
baik.
2.
Akhlak, etika,
moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar
martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak,
etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas
kemanusiaannya.
3.
Akhlak,
etika, moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata
merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi
merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan
aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan
keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambangan, dengan tingkat
keajegan dan konsistensi yang tinggi.
· Perbedaan
Selain ada persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila sebagaimana
diuraikan di atas terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas
masing-masing dari keempat istilah tersebut. Berikut ini adalah uraian mengenai
segi-segi perbedaan yang dimaksud:
1.
Akhlak merupakan istilah yang bersumber
dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Nilai-nilai yang menentukan baik dan buruk, layak
atau tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai dalam akhlak
bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah. Sementara itu, etika
merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan
tentang baik dan buruk.
E.
HUBUNGAN ANTARA ETIKA, MORAL DAN
AKHLAK
Dilihat
dari fungsi dan perannya, secara substansial dapat dikatakan bahwa etika,
moral, susila dan akhlak adalah identik, yaitu sama-sama mengacu kepada manusia
baik dari aspek perilaku ataupun pemikiran khususnya pada penentuan hukum atau
nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya.
Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat
yang baik, teratur, aman, damai dantenteram sehingga sejahtera batiniah dan
lahiriah. Peranan Etika, Moral, Susila, dan Akhlak sangat penting bagi
pembentukan karakter individu maupun masyarakat.
Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak
adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan
buruk. Jika pada etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran,
dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat,
maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu
adalahal-qur’an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pada
sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis,
maka moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah
laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat lokal dan
individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila
menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling
berhubungan dan membutuhkan. Uraian diatas menunjukkanengan jelas bahwa etika,
moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara
selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup
manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berasal
petunjuk al-qur’an dan hadis. Dengan kata lain, jika etika, moral dan susila berasal
dari manusia, sedangkan akhlak dari Tuhan.
Dengan demikian
keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan
dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang berada di dalam agama
khususnya pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Disinlah letak peranan dari etika,
moral dan susila terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk
memberikan batasan-batasan umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam
etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan
tidak membawa manusia menjadi sesat (tetap pada koridor humanis).